Sabtu, 09 Juli 2011

AKHLAK-AKHLAK WANITA SHOLEHAH

Di Madinah ada seorang wanita
cantik shalihah lagi bertakwa. Bila
malam mulai merayap menuju
tengahnya, ia senantiasa bangkit
dari tidurnya untuk shalat malam
dan bermunajat kepada Allah.
Tidak peduli waktu itu musim
panas ataupun musim dingin,
karena disitulah letak
kebahagiaan dan
ketentramannya. Yakni pada saat
dia khusyu' berdoa, merendah
diri kepada sang Pencipta, dan
berpasrah akan hidup dan
matinya hanya kepada-Nya.
Dia juga amat rajin berpuasa,
meski sedang bepergian.
Wajahnya yang cantik makin
bersinar oleh cahaya iman dan
ketulusan hatinya.
Suatu hari datanglah seorang
lelaki untuk meminangnya, konon
ia termasuk lelaki yang taat dalam
beribadah. Setelah shalat istiharah
akhirnya ia menerima pinangan
tersebut. Sebagaimana adat
kebiasaan setempat, upacara
pernikahan dimulai pukul dua
belas malam hingga adzan subuh.
Namun wanita itu justru meminta
selesai akad nikah jam dua belas
tepat, ia harus berada di rumah
suaminya. Hanya ibunya yang
mengetahui rahasia itu. Semua
orang ta'jub. Pihak keluarganya
sendiri berusaha membujuk
wanita itu agar merubah
pendiriannya, namun wanita itu
tetap pada keinginannya, bahkan
ia bersikeras akan membatalkan
pernikahan tersebut jika
persyaratannya ditolak. Akhirnya
walau dengan bersungut pihak
keluarga pria menyetujui
permintaan sang gadis.
Waktu terus berlalu, tibalah saat
yang dinantikan oleh kedua
mempelai. Saat yang penuh arti
dan mendebarkan bagi siapapun
yang akan memulai hidup baru.
Saat itu pukul sembilan malam.
Doa 'Barakallahu laka wa baaraka
alaika wa jama'a bainakuma fii
khairin' mengalir dari para
undangan buat sepasang
pengantin baru. Pengantin wanita
terlihat begitu cantik. Saat sang
suami menemui terpancarlah
cahaya dan sinar wudhu dari
wajahnya. Duhai wanita yang
lebih cantik dari rembulan,
sungguh beruntung wahai
engkau lelaki, mendapatkan
seorang istri yang demikian suci,
beriman dan shalihah.
Jam mulai mendekati angka dua
belas, sesuai perjanjian saat sang
suami akan membawa istri ke
rumahnya. Sang suami
memegang tangan istrinya sambil
berkendara, diiringi ragam
perasaan yang bercampur baur
menuju rumah baru harapan
mereka. Terutama harapan sang
istri untuk menjalani kehidupan
yang penuh dengan keikhlasan
dan ketakwaan kepada Allah.
Setibanya disana, sang istri
meminta ijin suaminya untuk
memasuki kamar mereka. Kamar
yang ia rindukan untuk
membangung mimpi-mimpinya.
Dimana di kamar itu ibadah akan
ditegakkan dan menjadi tempat
dimana ia dan suaminya
melaksanakan shalat dan ibadah
secara bersama-sama.
Pandangannya menyisir seluruh
ruangan. Tersenyum diiringi
pandangan sang suami
mengawasi dirinya.
Senyumnya seketika memudar,
hatinya begitu tercekat, bola
matanya yang bening tertumbuk
pada sebatang mandolin yang
tergeletak di sudut kamar. Wanita
itu nyaris tak percaya. Ini
nyatakah atau hanya
fatamorgana? Ya Allah, itu
nyanyian? Oh bukan, itu adalah
alat musik. Pikirannya tiba-tiba
menjadi kacau. Bagaimanakah
sesungguhnya kebenaran ucapan
orang tentang lelaki yang kini
telah menjadi suaminya. Oh…
segala angan-angannya menjadi
hampa, sungguh ia amat terluka.
Hampir saja air matanya tumpah.
Ia berulang kali mengucap
istighfar, Alhamdulillah 'ala kulli
halin. "Ya bagaimanapun yang
dihadapi alhamdulillah. Hanya
Allah yang Maha Mengetahui
segala kegaiban."
Ia menatap suaminya dengan
wajah merah karena rasa malu
dan sedih, serta setumpuk rasa
kekhawatiran menyelubung. "Ya
Allah, aku harus kuat dan tabah,
sikap baik kepada suami adalah
jalan hidupku." Kata wanita itu
lirih di lubuk hatinya. Wanita itu
berharap, Allah akan memberikan
hidayah kepada suaminya melalui
tangannya.
Mereka mulai terlibat
perbincangan, meski masih
dibaluti rasa enggan, malu
bercampur bahagia. Waktu terus
berlalu hingga malam hampir
habis. Sang suami bak tersihir
oleh pesona kecantikan sang istri.
Ia bergumam dalam hati, "Saat ia
sudah berganti pakaian, sungguh
kecantikannya semakin berkilau.
Tak pernah kubayangkan ada
wanita secantik ini di dunia ini."
Saat tiba sepertiga malam
terakhir, Allah ta'ala mengirimkan
rasa kantuk pada suaminya. Dia
tak mampu lagi bertahan,
akhirnya ia pun tertidur lelap.
Hembusan nafasnya begitu
teratur. Sang istri segera
menyelimutinya dengan selimut
tebal, lalu mengecup keningnya
dengan lembut. Setelah itu ia
segera terdorong rasa rindu
kepada mushalla-nya dan
bergegas menuju tempat
ibadahnya dengan hati melayang.
Sang suami menuturkan, "Entah
kenapa aku begitu mengantuk,
padahal sebelumnya aku betul-
betul ingin begadang. Belum
pernah aku tertidur sepulas ini.
Sampai akhirnya aku mendapati
istriku tidak lagi disampingku.
Aku bangkit dengan mata masih
mengantuk untuk mencari istriku.
Mungkin ia malu sehingga
memilih tidur di kamar lain. Aku
segera membuka pintu kamar
sebelah. Gelap, sepi tak ada suara
sama sekali. Aku berjalan perlahan
khawatir membangunkannya.
Kulihat wajah bersinar di tengah
kegelapan, keindahan yang ajaib
dan menggetarkan jiwaku. Bukan
keindahan fisik, karena ia tengah
berada di peraduan ibadahnya. Ya
Allah, sungguh ia tidak
meninggalkan shalat malamnya
termasuk di malam pengantin.
Kupertajam penglihatanku. Ia
rukuk, sujud dan membaca ayat-
ayat panjang. Ia rukuk dan sujud
lama sekali. Ia berdiri di hadapan
Rabbnya dengan kedua tangan
terangkat. Sungguh
pemandangan terindah yang
pernah kusaksikan. Ia amat cantik
dalam kekhusyu'annya, lebih
cantik dari saat memakai pakaian
pengantin dan pakaian tidurnya.
Sungguh kini aku betul-betul
mencintainya, dengan seluruh
jiwa ragaku."
Seusai shalat ia memandang ke
arah suaminya. Tangannya
dengan lembut memegang
tangan suaminya dan membelai
rambutnya. Masya Allah,
subhanallah, sungguh luar biasa
wanita ini. Kecintaannya pada
sang suami, tak menghilangkan
kecintaannya kepada kekasih
pertamanya, yakni ibadah. Ya,
ibadah kepada Allah, Rabb yang
menjadi kekasihnya. Hingga bulan
kedepan wanita itu terus
melakukan kebiasaannya,
sementara sang suami
menghabiskan malam-malamnya
dengan begadang, memainkan
alat-alat musik yang tak ubahnya
begadang dan bersenang-senang.
Ia membuka pintu dengan
perlahan dan mendengar bacaan
Al-Qur'an yang demikian syahdu
menggugah hati. Dengan
perlahan dan hati-hati ia
memasuki kamar sebelah. Gelap
dan sunyi, ia pertajam
penglihatannya dan melihat
istrinya tengah berdoa. Ia
mendekatinya dengan lembut tapi
cepat. Angin sepoi-sepoi
membelai wajah sang istri. Ya
Allah, perasaan laki-laki itu bagai
terguyur. Apalagi saat mendengar
istrinya berdoa sambil menangis.
Curahan air matanya bagaikan
butiran mutiara yang menghiasi
wajah cantiknya.
Tubuh lelaki itu bergetar hebat,
kemana selama ini ia pergi,
meninggalkan istri yang penuh
cinta kasih? Sungguh jauh
berbeda dengan istrinya, antara
jiwa yang bergelimang dosa
dengan jiwa gemerlap di taman
kenikmatan, di hadapan Rabbnya.
Lelaki itu menangis, air matanya
tak mampu tertahan. Sesaat
kemudian adzan subuh. Lelaki itu
memohon ampun atas dosa-
dosanya selama ini, ia lantas
menunaikan shalat subuh dengan
kehusyuan yang belum pernah
dilakukan seumur hidupnya.
Inilah buah dari doa wanita
shalihah yang selalu
memohonkan kebaikan untuk
sang suami, sang pendamping
hidup.
Beberapa tahun kemudian, segala
wujud pertobatan lelaki itu
mengalir dalam bentuk ceramah,
khutbah, dan nasihat yang
tersampaikan oleh lisannya. Ya
lelaki itu kini telah menjadi da'i
besar di kota Madinah.
Memang benar, wanita shalihah
adalah harta karun yang amat
berharga dan termahal bagi
seorang lelaki bertakwa. Bagi
seorang suami, istri shalihah
merupakan permata hidupnya
yang tak ternilai dan "bukan
permata biasa". (Ummu Asyrof
dari kumpulan kisah nyata, Abdur
Razak bin Al Mubarak)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar